Sejarah Pramuka Indonesia dan Profil Tokohnya

 

1.  BAPAK PANDU INDONESIA


        Profil KH. Agus Salim Bapak Pandu Indonesia – Generasi pandu Indonesia tentu tidak lekang oleh sosok Bapak KH. Agus Salim sebagai orang penting di dalam sejarah kepanduan. Gagasan Boden Powell yang cemerlang dan menarik itu akhirnya menyebar ke berbagai negara termasuk Netherland atau Belanda dengan nama Padvinder. Oleh orang Belanda gagasan itu dibawa ke Indonesia dan didirikan organisasi oleh orang Belanda di Indonesia dengan nama NIPV (Nederland Indische Padvinders Vereeniging = Persatuan Pandu-Pandu Hindia Belanda).

Beliau adalah pencetus nama pandu, ketika pemerintahan hindia belanda melarang menggunakan istilah padvinder. Pandu adalah anggota perkumpulan pemuda sebagai pelopor suatu bangsa yang berjiwa kesatria, gagah berani, dan suka menolong sesama makhluk.


KH.Agus salim adalah salah satu pahlawan nasional  indonesia. Beliau terkenal sebagai orang yang cerdas dan pandai, beliau menguasai sembilan bahasa asing, di antaranya Belanda, Inggris, Jerman, Perancis, Arab, Turki dan Jepang. Pada waktu muda beliau merantau sampai ke Arab Saudi untuk memperkaya pemikiran dan ilmunya. Kyai Haji Agus Salim pernah menjadi penerjemah di Konsulat Belanda diJeddah Arab Saudi. Tokoh yang terkenal dengan penampilan khasnya memakai kopiah dan berjanggut, menjabat sebagai Menteri Luar Negeri pada periode 3 Juli 1947 – 20 Desember 1949. Pada masa jabatannya beliau mengetuai delegasi Indonesia dalam Inter-Asian Relation Conference di India dan berusaha membuka hubungan diplomatik dengan sejumlah Negara Arab, terutama Mesir dan Arab Saudi. Beliau merupakan salah satu diplomat ulung Indonesia yang dikenal sering mewakili Indonesia di berbagai konferensi dan pertemuan Internasional. Sosoknya telah dikenal di kalangan masyarakat Internasional. Karena keluasan ilmunya, beliau diminta memberikan kuliah agama Islam di Cornell University dan Princenton University, Amerika Serikat. Latar Belakang Agus Salim lahir dari pasangan Angku Sutan Mohammad Salim dan Siti Zainab. Ayahnya adalah seorang kepala jaksa di Pengadilan Tinggi Riau. Pendidikan dasar ditempuh di Europe esche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burger school (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda. Setelah lulus, Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya. Salim kemudian terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun Nahar dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta. Kemudian mendirikan Surat kabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Adviesen Informatie Bureau Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia politik sebagai pemimpin Sareka tIslam. Karir Politik Pada tahun 1915, Salim bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah H.O.S. Tjokroaminoto. Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI antaralain:

a. Anggota Volksraad (1921-1924).

b. Anggota panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD             1945.

c.  Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan               Kabinet III 1947.

d. Pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan                 negara-              negara Arab, terutama Mesir pada                  tahun 1947

e. Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947

f. Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949Di antara             tahun 1946-1950.


Beliau  laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presiden dan di tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri. Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Kyai Haji Agus Salim masih mengenal batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. Setelah mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal. Ia meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata, Jakarta.

 

2.  BAPAK PRAMUKA INDONESIA


    Sri Sultan Hamengkubuwono IX ( Sompilan Ngasem, Yogyakarta, 12 April 1912 - Washington, DC, AS, 1 Oktober 1988 ) adalah seorang Raja Kasultanan Yogyakarta dan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Beliau juga Wakil Presiden Indonesia yang kedua antara tahun 1973-1978. Beliau juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia, dan pernah menjabat sebagai Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka (1961 - 1974).

Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun pada 12 April 1912, Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang, dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden, Belanda (”SultanHenkie”). Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai Sultan Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar “Sampeyan Dalem Ingkang Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin Panotogomo Kholifatulloh Ingkang Kaping Songo”. Beliau merupakan sultan yang menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu, dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan predikat “Istimewa”. Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966 adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau diangkat sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan. Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa Malari dan hanyut pada KKN. Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.



A. SEJARAH AWAL KEPANDUAN INDONESIA

    1. Masa Hindia Belanda

Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mempunyai saham besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta ada dan berkembangnya pendidikan kepramukaan nasional Indonesia. Dalam perkembangan pendidikan kepramukaan itu tampak adanya dorongan dan semangat untuk bersatu, namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang Bhinneka. Organisasi kepramukaan di Indonesia dimulai oleh adanya cabang "Nederlandse Padvinders Organisatie" (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat pecahnya Perang Dunia I memiliki kwartir besar sendiri serta kemudian berganti nama menjadi "Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging" (NIPV) pada tahun 1916. Organisasi Kepramukaan yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia adalah "Javaanse Padvinders Organisatie" (JPO); berdiri atas prakarsa S.P. Mangkunegara VII pada tahun 1916.Kenyataan bahwa kepramukaan itu senapas dengan pergerakan nasional, seperti tersebut di atas dapat diperhatikan pada adanya "Padvinder Muhammadiyah" yang pada 1920 berganti nama menjadi "Hisbul Wathon" (HW); "Nationale Padvinderij" yang didirikan oleh Budi Utomo; Syarikat Islam mendirikan "Syarikat Islam Afdeling Padvinderij" yang kemudian diganti menjadi "Syarikat Islam Afdeling Pandu" dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale Islamietishe Padvinderij (NATIPIJ) didirikan oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch Nationale Padvinders Organisatie (INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.


Hasrat bersatu bagi organisasi kepramukaan Indonesia waktu itu tampak mulai dengan terbentuknya PAPI yaitu "Persaudaraan Antara Pandu Indonesia" merupakan federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ dan PPS pada tanggal 23 Mei 1928.Federasi ini tidak dapat bertahan lama, karena niat adanya fusi, akibatnya pada 1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia (KBI) yang dirintis oleh tokoh dari Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan (JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij); PK-Pandu Kebangsaan).PAPI kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia (BPPKI) pada bulan April 1938.


Antara tahun 1928-1935 bermuncullah gerakan kepramukaan Indonesia baik yang bernafas utama kebangsaan maupun bernafas agama. kepramukaan yang bernafas kebangsaan dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan Rakyat Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernafas agama Pandu Ansor, Al Wathoni, Hizbul Wathon, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas Katholik Indonesia (KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).


Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia BPPKI merencanakan "All Indonesian Jamboree". Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan "Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem" disingkat PERKINO dan dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.


2. Masa Bala Tentara Dai Nippon

"Dai Nippon" ! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut Jepang pada waktu itu. Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang mengadakan penyerangan dan Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan organisasi rakyat Indonesia, termasuk gerakan kepramukaan, dilarang berdiri. Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu, semangat kepramukaan tetap menyala di dada para anggotanya.


3. Masa Republik Indonesia

Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa tokoh kepramukaan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan pembentukan satu wadah organisasi kepramukaan untuk seluruh bangsa Indonesia dan segera mengadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia. Kongres yang dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan Sakti", lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi kepramukaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947. Tahun-tahun sulit dihadapi oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada peringatan kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan api unggun di halaman gedung Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu, sebagai patriot yang membuktikan cintanya pada negara, tanah air dan bangsanya.  Di daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri,. Keadaan ini mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI), Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM). Masa perjuangan bersenjata untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi para anggota pergerakan kepramukaan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada tanggal 20-22 Januari 1950. Kongres ini antara lain memutuskan untuk menerima konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada golongan khusus untuk menghidupakan kembali bekas organisasinya masing-masing dan terbukalah suatu kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasi kepramukaan di Indonesia dengan keputusan Menteri PP dan K nomor 2344/Kab. tertanggal 6 September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia merupakan satu-satunya wadah kepramukaan di Indonesia, jadi keputusan nomor 93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir sudah. Mungkin agak aneh juga kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No. 2334/Kab. itu keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepramukaan menga-dakan konfersensi di Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.


4. Pada 1953 Ipindo berhasil menjadi anggota                         kepramukaan sedunia

Ipindo merupakan federasi bagi organisasi kepramukaan putera, sedangkan bagi organisasi puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan Kepanduan Puteri Indonesia) dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri Indonesia). Kedua federasi ini pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady Baden-Powell ke Indonesia, dalam perjalanan ke Australia.Dalam peringatan Hari Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional, bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20 Agustus 1955, Jakarta.Ipindo sebagai wadah pelaksana kegiatan kepramukaan merasa perlu menyelenggarakan seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan kelestarian hidup kepramukaan. Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan Januari 1957. Seminar Tugu ini menghasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat dijadikan acuan bagi setiap gerakan kepramukaan di Indonesia. Dengan demikian diharapkan ke-pramukaan yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada bulan November 1958, Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengan topik "Penasionalan Kepanduan".Kalau Jambore untuk putera dilaksanakan di Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.Nah, masa-masa kemudian adalah masa menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.


5. Latar Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka

Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian dan peristiwa pada sekitar tahun 1960. Dari ungkapan yang telah dipaparkan di depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia waktu itu sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota perkumpulan itu. Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme (Lampiran C Ayat 8).

 

Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya. Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka. Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.

 

Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden dengan Keputusan Presiden itu.Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial). Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun   1961,tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.


6.  Kelahiran Gerakan Pramuka Kelahiran

 Lahirnya Gerakan Pramuka ditandai dengan serangkaian peristiwa yang saling berkaitan yaitu :

a.Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Tunas Gerakan Pramuka

b. Diterbitkannya Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja.

c. Pernyataan para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan Pramuka.

d. Pelantikan Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Pramuka.


7. Gerakan Pramuka Diperkenalkan

Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya. Menurut Anggaran Dasar Gerakan Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional (MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan Kwartir Nasional Harian.


Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil angka keramat 17 Agustus  1945,  yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45 orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang. Namun demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun 1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8 orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari. Mapinas diketuai oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh. Sementara itu dalam Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari. Gerakan Pramuka secara resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus 1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan berkeliling Jakarta.Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai.Peristiwa perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai Hari Pramuka yang setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka.

Posting Komentar

Post a Comment (0)

Lebih baru Lebih lama