1.
Beliau adalah pencetus nama pandu, ketika pemerintahan
hindia belanda melarang menggunakan istilah padvinder. Pandu adalah anggota
perkumpulan pemuda sebagai pelopor suatu bangsa yang berjiwa kesatria, gagah
berani, dan suka menolong sesama makhluk.
KH.Agus salim
adalah salah satu pahlawan nasional
indonesia. Beliau terkenal sebagai orang yang cerdas dan pandai, beliau
menguasai sembilan bahasa asing, di antaranya Belanda, Inggris, Jerman,
Perancis, Arab, Turki dan Jepang. Pada waktu muda beliau merantau sampai ke
Arab Saudi untuk memperkaya pemikiran dan ilmunya. Kyai Haji Agus Salim pernah
menjadi penerjemah di Konsulat Belanda diJeddah Arab Saudi. Tokoh yang terkenal
dengan penampilan khasnya memakai kopiah dan berjanggut, menjabat sebagai
Menteri Luar Negeri pada periode 3 Juli 1947 – 20 Desember 1949. Pada masa
jabatannya beliau mengetuai delegasi Indonesia dalam Inter-Asian Relation Conference
di India dan berusaha membuka hubungan diplomatik dengan sejumlah Negara Arab,
terutama Mesir dan Arab Saudi. Beliau merupakan salah satu diplomat ulung
Indonesia yang dikenal sering mewakili Indonesia di berbagai konferensi dan
pertemuan Internasional. Sosoknya telah dikenal di kalangan masyarakat
Internasional. Karena keluasan ilmunya, beliau diminta memberikan kuliah agama
Islam di Cornell University dan Princenton University, Amerika Serikat. Latar Belakang
Agus Salim lahir dari pasangan Angku Sutan Mohammad Salim dan Siti Zainab.
Ayahnya adalah seorang kepala jaksa di Pengadilan Tinggi Riau. Pendidikan dasar
ditempuh di Europe esche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa,
kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burger school (HBS) di Batavia. Ketika lulus,
ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS se-Hindia Belanda. Setelah lulus,
Salim bekerja sebagai penerjemah dan pembantu notaris pada sebuah kongsi
pertambangan di Indragiri. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab
Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana. Pada periode inilah Salim
berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya. Salim kemudian
terjun ke dunia jurnalistik sejak tahun 1915 di Harian Neratja sebagai Redaktur
II. Setelah itu diangkat menjadi Ketua Redaksi. Menikah dengan Zaenatun Nahar
dan dikaruniai 8 orang anak. Kegiatannya dalam bidang jurnalistik terus
berlangsung hingga akhirnya menjadi Pemimpin Harian Hindia Baroe di Jakarta.
Kemudian mendirikan Surat kabar Fadjar Asia. Dan selanjutnya sebagai Redaktur
Harian Moestika di Yogyakarta dan membuka kantor Adviesen Informatie Bureau
Penerangan Oemoem (AIPO). Bersamaan dengan itu Agus Salim terjun dalam dunia
politik sebagai pemimpin Sareka tIslam. Karir Politik Pada tahun 1915, Salim
bergabung dengan Sarekat Islam (SI), dan menjadi pemimpin kedua di SI setelah
H.O.S. Tjokroaminoto. Peran Agus Salim pada masa perjuangan kemerdekaan RI
antaralain:
a. Anggota Volksraad (1921-1924).
b. Anggota
panitia 9 BPUPKI yang mempersiapkan UUD 1945.
c. Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir
II 1946 dan Kabinet III 1947.
d. Pembukaan hubungan diplomatik Indonesia
dengan negara- negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947
e. Menteri Luar Negeri Kabinet Amir
Sjarifuddin 1947
f. Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta
1948-1949Di antara tahun 1946-1950.
Beliau laksana bintang cemerlang dalam pergolakan
politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar"
(The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet
Presiden dan di tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat
Menteri Luar Negeri. Pada tahun 1952, ia menjabat Ketua di Dewan Kehormatan
PWI. Biarpun penanya tajam dan kritikannya pedas namun Kyai Haji Agus Salim
masih mengenal batas-batas dan menjunjung tinggi Kode Etik Jurnalistik. Setelah
mengundurkan diri dari dunia politik, pada tahun 1953 ia mengarang buku dengan
judul Bagaimana Takdir, Tawakal dan Tauchid harus dipahamkan? yang lalu
diperbaiki menjadi Keterangan Filsafat Tentang Tauchid, Takdir dan Tawakal. Ia
meninggal dunia pada 4 November 1954 di RSU Jakarta dan dimakamkan di TMP Kalibata,
Jakarta.
2.
Lahir di Yogyakarta dengan nama GRM Dorojatun pada 12 April 1912,
Hamengkubuwono IX adalah putra dari Sri Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden
Ajeng Kustilah. Diumur 4 tahun Hamengkubuwono IX tinggal pisah dari
keluarganya. Dia memperoleh pendidikan di HIS di Yogyakarta, MULO di Semarang,
dan AMS di Bandung. Pada tahun 1930-an beliau berkuliah di Universiteit Leiden,
Belanda (”SultanHenkie”). Hamengkubuwono IX dinobatkan sebagai Sultan
Yogyakarta pada tanggal 18 Maret 1940 dengan gelar “Sampeyan Dalem Ingkang
Sinuwun Kanjeng Sultan Hamengkubuwono Senopati Ing Alogo Ngabdurrokhman Sayidin
Panotogomo Kholifatulloh Ingkang Kaping Songo”. Beliau merupakan sultan yang
menentang penjajahan Belanda dan mendorong kemerdekaan Indonesia. Selain itu,
dia juga mendorong agar pemerintah RI memberi status khusus bagi Yogyakarta dengan
predikat “Istimewa”. Sejak 1946 beliau pernah beberapa kali menjabat menteri
pada kabinet yang dipimpin Presiden Soekarno. Jabatan resminya pada tahun 1966
adalah ialah Menteri Utama di bidang Ekuin. Pada tahun 1973 beliau diangkat
sebagai wakil presiden. Pada akhir masa jabatannya pada tahun 1978, beliau
menolak untuk dipilih kembali sebagai wakil presiden dengan alasan kesehatan.
Namun, ada rumor yang mengatakan bahwa alasan sebenarnya ia mundur adalah
karena tak menyukai Presiden Soeharto yang represif seperti pada Peristiwa
Malari dan hanyut pada KKN. Minggu malam pada 1 Oktober 1988 ia wafat di George
Washington University Medical Centre, Amerika Serikat dan dimakamkan di
pemakaman para sultan Mataram di Imogiri.
A. SEJARAH AWAL KEPANDUAN INDONESIA
1. Masa
Hindia Belanda
Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa pemuda Indonesia mempunyai saham
besar dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia serta ada dan
berkembangnya pendidikan kepramukaan nasional Indonesia. Dalam perkembangan
pendidikan kepramukaan itu tampak adanya dorongan dan semangat untuk bersatu,
namun terdapat gejala adanya berorganisasi yang Bhinneka. Organisasi
kepramukaan di Indonesia dimulai oleh adanya cabang "Nederlandse
Padvinders Organisatie" (NPO) pada tahun 1912, yang pada saat pecahnya
Perang Dunia I memiliki kwartir besar sendiri serta kemudian berganti nama
menjadi "Nederlands-Indische Padvinders Vereeniging" (NIPV) pada
tahun 1916. Organisasi Kepramukaan yang diprakarsai oleh bangsa Indonesia
adalah "Javaanse Padvinders Organisatie" (JPO); berdiri atas prakarsa
S.P. Mangkunegara VII pada tahun 1916.Kenyataan bahwa kepramukaan itu senapas
dengan pergerakan nasional, seperti tersebut di atas dapat diperhatikan pada
adanya "Padvinder Muhammadiyah" yang pada 1920 berganti nama menjadi
"Hisbul Wathon" (HW); "Nationale Padvinderij" yang
didirikan oleh Budi Utomo; Syarikat Islam mendirikan "Syarikat Islam
Afdeling Padvinderij" yang kemudian diganti menjadi "Syarikat Islam
Afdeling Pandu" dan lebih dikenal dengan SIAP, Nationale Islamietishe
Padvinderij (NATIPIJ) didirikan oleh Jong Islamieten Bond (JIB) dan Indonesisch
Nationale Padvinders Organisatie (INPO) didirikan oleh Pemuda Indonesia.
Hasrat bersatu bagi organisasi kepramukaan Indonesia waktu itu
tampak mulai dengan terbentuknya PAPI yaitu "Persaudaraan Antara Pandu
Indonesia" merupakan federasi dari Pandu Kebangsaan, INPO, SIAP, NATIPIJ
dan PPS pada tanggal 23 Mei 1928.Federasi ini tidak dapat bertahan lama, karena
niat adanya fusi, akibatnya pada 1930 berdirilah Kepanduan Bangsa Indonesia
(KBI) yang dirintis oleh tokoh dari Jong Java Padvinders/Pandu Kebangsaan
(JJP/PK), INPO dan PPS (JJP-Jong Java Padvinderij); PK-Pandu Kebangsaan).PAPI
kemudian berkembang menjadi Badan Pusat Persaudaraan Kepanduan Indonesia
(BPPKI) pada bulan April 1938.
Antara tahun 1928-1935 bermuncullah gerakan kepramukaan Indonesia
baik yang bernafas utama kebangsaan maupun bernafas agama. kepramukaan yang
bernafas kebangsaan dapat dicatat Pandu Indonesia (PI), Padvinders Organisatie
Pasundan (POP), Pandu Kesultanan (PK), Sinar Pandu Kita (SPK) dan Kepanduan
Rakyat Indonesia (KRI). Sedangkan yang bernafas agama Pandu Ansor, Al Wathoni,
Hizbul Wathon, Kepanduan Islam Indonesia (KII), Islamitische Padvinders
Organisatie (IPO), Tri Darma (Kristen), Kepanduan Azas Katholik Indonesia
(KAKI), Kepanduan Masehi Indonesia (KMI).
Sebagai upaya untuk menggalang kesatuan dan persatuan, Badan Pusat
Persaudaraan Kepanduan Indonesia BPPKI merencanakan "All Indonesian
Jamboree". Rencana ini mengalami beberapa perubahan baik dalam waktu
pelaksanaan maupun nama kegiatan, yang kemudian disepakati diganti dengan
"Perkemahan Kepanduan Indonesia Oemoem" disingkat PERKINO dan
dilaksanakan pada tanggal 19-23 Juli 1941 di Yogyakarta.
2. Masa
Bala Tentara Dai Nippon
"Dai Nippon" ! Itulah nama yang dipakai untuk menyebut
Jepang pada waktu itu. Pada masa Perang Dunia II, bala tentara Jepang
mengadakan penyerangan dan Belanda meninggalkan Indonesia. Partai dan
organisasi rakyat Indonesia, termasuk gerakan kepramukaan, dilarang berdiri.
Namun upaya menyelenggarakan PERKINO II tetap dilakukan. Bukan hanya itu,
semangat kepramukaan tetap menyala di dada para anggotanya.
3. Masa
Republik Indonesia
Sebulan sesudah proklamasi kemerdekaan Republik Indonesia, beberapa
tokoh kepramukaan berkumpul di Yogyakarta dan bersepakat untuk membentuk
Panitia Kesatuan Kepanduan Indonesia sebagai suatu panitia kerja, menunjukkan
pembentukan satu wadah organisasi kepramukaan untuk seluruh bangsa Indonesia
dan segera mengadakan Kongres Kesatuan Kepanduan Indonesia. Kongres yang
dimaksud, dilaksanakan pada tanggal 27-29 Desember 1945 di Surakarta dengan
hasil terbentuknya Pandu Rakyat Indonesia. Perkumpulan ini didukung oleh
segenap pimpinan dan tokoh serta dikuatkan dengan "Janji Ikatan
Sakti", lalu pemerintah RI mengakui sebagai satu-satunya organisasi
kepramukaan yang ditetapkan dengan keputusan Menteri Pendidikan, Pengajaran dan
Kebudayaan No.93/Bag. A, tertanggal 1 Februari 1947. Tahun-tahun sulit dihadapi
oleh Pandu Rakyat Indonesia karena serbuan Belanda. Bahkan pada peringatan
kemerdekaan 17 Agustus 1948 waktu diadakan api unggun di halaman gedung
Pegangsaan Timur 56, Jakarta, senjata Belanda mengancam dan memaksa Soeprapto
menghadap Tuhan, gugur sebagai Pandu, sebagai patriot yang membuktikan cintanya
pada negara, tanah air dan bangsanya. Di
daerah yang diduduki Belanda, Pandu Rakyat dilarang berdiri,. Keadaan ini
mendorong berdirinya perkumpulan lain seperti Kepanduan Putera Indonesia (KPI),
Pandu Puteri Indonesia (PPI), Kepanduan Indonesia Muda (KIM). Masa perjuangan bersenjata
untuk mempertahankan negeri tercinta merupakan pengabdian juga bagi para
anggota pergerakan kepramukaan di Indonesia, kemudian berakhirlah periode
perjuangan bersenjata untuk menegakkan dan mempertahakan kemerdekaan itu, pada
waktu inilah Pandu Rakyat Indonesia mengadakan Kongres II di Yogyakarta pada
tanggal 20-22 Januari 1950. Kongres ini antara lain memutuskan untuk menerima
konsepsi baru, yaitu memberi kesempatan kepada golongan khusus untuk
menghidupakan kembali bekas organisasinya masing-masing dan terbukalah suatu
kesempatan bahwa Pandu Rakyat Indonesia bukan lagi satu-satunya organisasi
kepramukaan di Indonesia dengan keputusan Menteri PP dan K nomor 2344/Kab.
tertanggal 6 September 1951 dicabutlah pengakuan pemerintah bahwa Pandu Rakyat Indonesia
merupakan satu-satunya wadah kepramukaan di Indonesia, jadi keputusan nomor
93/Bag. A tertanggal 1 Februari 1947 itu berakhir sudah. Mungkin agak aneh juga
kalau direnungi, sebab sepuluh hari sesudah keputusan Menteri No. 2334/Kab. itu
keluar, maka wakil-wakil organi-sasi kepramukaan menga-dakan konfersensi di
Ja-karta. Pada saat inilah tepatnya tanggal 16 September 1951 diputuskan
berdirinya Ikatan Pandu Indonesia (IPINDO) sebagai suatu federasi.
4. Pada
1953 Ipindo berhasil menjadi anggota kepramukaan sedunia
Ipindo merupakan federasi bagi organisasi kepramukaan putera,
sedangkan bagi organisasi puteri terdapat dua federasi yaitu PKPI (Persatuan
Kepanduan Puteri Indonesia) dan POPPINDO (Persatuan Organisasi Pandu Puteri
Indonesia). Kedua federasi ini pernah bersama-sama menyambut singgahnya Lady
Baden-Powell ke Indonesia, dalam perjalanan ke Australia.Dalam peringatan Hari
Proklamasi Kemerdekaan RI yang ke-10 Ipindo menyelenggarakan Jambore Nasional,
bertempat di Ragunan, Pasar Minggu pada tanggal 10-20 Agustus 1955,
Jakarta.Ipindo sebagai wadah pelaksana kegiatan kepramukaan merasa perlu
menyelenggarakan seminar agar dapat gambaran upaya untuk menjamin kemurnian dan
kelestarian hidup kepramukaan. Seminar ini diadakan di Tugu, Bogor pada bulan
Januari 1957. Seminar Tugu ini menghasilkan suatu rumusan yang diharapkan dapat
dijadikan acuan bagi setiap gerakan kepramukaan di Indonesia. Dengan demikian
diharapkan ke-pramukaan yang ada dapat dipersatukan. Setahun kemudian pada
bulan November 1958, Pemerintah RI, dalam hal ini Departemen PP dan K
mengadakan seminar di Ciloto, Bogor, Jawa Barat, dengan topik
"Penasionalan Kepanduan".Kalau Jambore untuk putera dilaksanakan di
Ragunan Pasar Minggu-Jakarta, maka PKPI menyelenggarakan perkemahan besar untuk
puteri yang disebut Desa Semanggi bertempat di Ciputat. Desa Semanggi itu
terlaksana pada tahun 1959. Pada tahun ini juga Ipindo mengirimkan kontingennya
ke Jambore Dunia di MT. Makiling Filipina.Nah, masa-masa kemudian adalah masa
menjelang lahirnya Gerakan Pramuka.
5. Latar
Belakang Lahirnya Gerakan Pramuka
Gerakan Pramuka lahir pada tahun 1961, jadi kalau akan menyimak
latar belakang lahirnya Gerakan Pramuka, orang perlu mengkaji keadaan, kejadian
dan peristiwa pada sekitar tahun 1960. Dari ungkapan yang telah dipaparkan di
depan kita lihat bahwa jumlah perkumpulan kepramukaan di Indonesia waktu itu
sangat banyak. Jumlah itu tidak sepandan dengan jumlah seluruh anggota
perkumpulan itu. Peraturan yang timbul pada masa perintisan ini adalah
Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/1960, tanggal 3 Desember 1960 tentang rencana
pembangunan Nasional Semesta Berencana. Dalam ketetapan ini dapat ditemukan
Pasal 330. C. yang menyatakan bahwa dasar pendidikan di bidang kepanduan adalah
Pancasila. Seterusnya penertiban tentang kepanduan (Pasal 741) dan pendidikan
kepanduan supaya diintensifkan dan menyetujui rencana Pemerintah untuk
mendirikan Pramuka (Pasal 349 Ayat 30). Kemudian kepanduan supaya dibebaskan
dari sisa-sisa Lord Baden Powellisme (Lampiran C Ayat 8).
Ketetapan itu memberi kewajiban agar Pemerintah melaksanakannya.
Karena itulah Pesiden/Mandataris MPRS pada 9 Maret 1961 mengumpulkan
tokoh-tokoh dan pemimpin gerakan kepramukaan Indonesia, bertempat di Istana
Negara. Hari Kamis malam itulah Presiden mengungkapkan bahwa kepanduan yang ada
harus diperbaharui, metode dan aktivitas pendidikan harus diganti, seluruh
organisasi kepanduan yang ada dilebur menjadi satu yang disebut Pramuka.
Presiden juga menunjuk panitia yang terdiri atas Sri Sultan Hamengku Buwono IX,
Menteri P dan K Prof. Prijono, Menteri Pertanian Dr.A. Azis Saleh dan Menteri
Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa, Achmadi. Panitia ini
tentulah perlu sesuatu pengesahan. Dan kemudian terbitlah Keputusan Presiden RI
No.112 Tahun 1961 tanggal 5 April 1961, tentang Panitia Pembantu Pelaksana
Pembentukan Gerakan Pramuka dengan susunan keanggotaan seperti yang disebut
oleh Presiden pada tanggal 9 Maret 1961.
Ada perbedaan sebutan atau tugas panitia antara pidato Presiden
dengan Keputusan Presiden itu.Masih dalam bulan April itu juga, keluarlah
Keputusan Presiden RI Nomor 121 Tahun 1961 tanggal 11 April 1961 tentang
Panitia Pembentukan Gerakan Pramuka. Anggota Panitia ini terdiri atas Sri
Sultan Hamengku Buwono IX, Prof. Prijono, Dr. A. Azis Saleh, Achmadi dan
Muljadi Djojo Martono (Menteri Sosial). Panitia inilah yang kemudian mengolah Anggaran
Dasar Gerakan Pramuka, sebagai Lampiran Keputusan Presiden R.I Nomor 238 Tahun 1961,tanggal 20 Mei 1961 tentang Gerakan Pramuka.
6. Kelahiran
Gerakan Pramuka Kelahiran
a.Presiden/Mandataris MPRS dihadapan para tokoh dan pimpinan yang mewakili
organisasi kepanduan yang terdapat di Indonesia pada tanggal 9 Maret 1961 di
Istana Negara. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Tunas Gerakan
Pramuka
b. Diterbitkannya
Keputusan Presiden Nomor 238 Tahun 1961, tanggal 20 Mei 1961, tentang Gerakan
Pramuka yang menetapkan Gerakan Pramuka sebagai satu-satunya organisasi
kepanduan yang ditugaskan menyelenggarakan pendidikan kepanduan bagi anak-anak
dan pemuda Indonesia, serta mengesahkan Anggaran Dasar Gerakan Pramuka yang
dijadikan pedoman, petunjuk dan pegangan bagi para pengelola Gerakan Pramuka
dalam menjalankan tugasnya. Tanggal 20 Mei adalah; Hari Kebangkitan Nasional, namun bagi Gerakan Pramuka memiliki arti
khusus dan merupakan tonggak sejarah untuk pendidikan di lingkungan ke tiga.
Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Permulaan Tahun Kerja.
c. Pernyataan
para wakil organisasi kepanduan di Indonesia yang dengan ikhlas meleburkan diri
ke dalam organisasi Gerakan Pramuka, dilakukan di Istana Olahraga Senayan pada
tanggal 30 Juli 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Ikrar Gerakan
Pramuka.
d. Pelantikan
Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari di Istana Negara, diikuti defile Pramuka untuk
diperkenalkan kepada masyarakat yang didahului dengan penganugerahan
Panji-Panji Gerakan Pramuka, dan kesemuanya ini terjadi pada tanggal pada
tanggal 14 Agustus 1961. Peristiwa ini kemudian disebut sebagai Hari Pramuka.
7. Gerakan
Pramuka Diperkenalkan
Pidato Presiden pada tanggal 9 Maret 1961 juga menggariskan agar
pada peringatan Proklamasi Kemerdekaan RI Gerakan Pramuka telah ada dan dikenal
oleh masyarakat. Oleh karena itu Keppres RI No.238 Tahun 1961 perlu ada
pendukungnya yaitu pengurus dan anggotanya. Menurut Anggaran Dasar Gerakan
Pramuka, pimpinan perkumpulan ini dipegang oleh Majelis Pimpinan Nasional
(MAPINAS) yang di dalamnya terdapat Kwartir Nasional Gerakan Pramuka dan
Kwartir Nasional Harian.
Badan Pimpinan Pusat ini secara simbolis disusun dengan mengambil
angka keramat 17 Agustus 1945, yaitu terdiri atas Mapinas beranggotakan 45
orang di antaranya duduk dalam Kwarnas 17 orang dan dalam Kwarnasri 8 orang. Namun
demikian dalam realisasinya seperti tersebut dalam Keppres RI No.447 Tahun
1961, tanggal 14 Agustus 1961 jumlah anggota Mapinas menjadi 70 orang dengan
rincian dari 70 anggota itu 17 orang di antaranya sebagai anggota Kwarnas dan 8
orang di antara anggota Kwarnas ini menjadi anggota Kwarnari. Mapinas diketuai
oleh Dr. Ir. Soekarno, Presiden RI dengan Wakil Ketua I, Sri Sultan Hamengku
Buwono IX dan Wakil Ketua II Brigjen TNI Dr.A. Aziz Saleh. Sementara itu dalam
Kwarnas, Sri Sultan Hamengku Buwono IX menjabat Ketua dan Brigjen TNI Dr.A.
Aziz Saleh sebagai Wakil Ketua merangkap Ketua Kwarnari. Gerakan Pramuka secara
resmi diperkenalkan kepada seluruh rakyat Indonesia pada tanggal 14 Agustus
1961 bukan saja di Ibukota Jakarta, tapi juga di tempat yang penting di
Indonesia. Di Jakarta sekitar 10.000 anggota Gerakan Pramuka mengadakan Apel
Besar yang diikuti dengan pawai pembangunan dan defile di depan Presiden dan
berkeliling Jakarta.Sebelum kegiatan pawai/defile, Presiden melantik anggota
Mapinas, Kwarnas dan Kwarnari, di Istana negara, dan menyampaikan anugerah
tanda penghargaan dan kehormatan berupa Panji Gerakan Kepanduan Nasional
Indonesia (Keppres No.448 Tahun 1961) yang diterimakan kepada Ketua Kwartir
Nasional, Sri Sultan Hamengku Buwono IX sesaat sebelum pawai/defile dimulai.Peristiwa
perkenalan tanggal 14 Agustus 1961 ini kemudian dilakukan sebagai Hari Pramuka yang
setiap tahun diperingati oleh seluruh jajaran dan anggota Gerakan Pramuka.
Posting Komentar